Kemasan memiliki berbagai fungsi dalam upaya melindungi produk. Jenis dan teknik dalam pengemasan pangan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitas produk makanan yang dikemas selama masa penyimpanan. Saat ini, telah ditemukan berbagai metode pengemasan, salah satunya yaitu pengemasan vakum. Tetapi, ada pula resiko dibalik kemasan vacuum.
Berbagai jenis produk makanan yang dikemas menggunakan teknik vacuum ini misalnya rendang, bandeng, hingga produk buah-buahan telah banyak digunakan oleh para industri pangan baik skala besar maupun skala rumah tangga. Produk makanan yang dikemas menggunakan teknikvakum tersebut diharapkan dapat memiliki usia simpan yang lebih panjang.
Hal ini didasari oleh pemikiran yang beranggapan bahwa pada kemasan vakum yang tidak terdapat oksigen di dalamnya, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri aerob yang masuk ke dalam kemasan produk melaluli celah-celah kecil. Keuntungan lain dari penggunaan metode pengemasan vacuum yaitu biaya investasi maupun pengemasan yang tergolong relatif murah.
Akan tetapi, terdapat risiko bahaya terhadap produk pangan yang dikemas menggunakan metode vacuum yaitu apabila produk tersebut merupakan bahan pangan yang mengandung rendah asam, produk makanan yang akan disimpan pada suhu ruang, serta produk makanan yang dikonsumsi langsung tanpa adanya perlakuan pemanasan sebelum dikonsumsi.
Prinsip dari pengemasan dengan menggunakan metode vacuum yaitu menghilangkan udara termasuk yang terdapat di dalam kemasan produk dan produk dengan menggunakan vacuum sealer. Oksigen yang terdapat di dalam produk makanan dapat menyebabkan produk makanan menjadi cepat rusak misalnya dikarenakan oleh oksidasi. Hal ini terutama pada produk makanan yang mengandung lemak dan pigmen warna, sehingga menyebabkan produk makanan menjadi tengik (rancidity) dan perubahan warna (discoloration), serta berpengaruh terhadap mutu atau kualitas.
Resiko Dibalik Kemasan Vacuum
Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa kemasan vacuum memang sangat disarankan karena dapat menekan atau menghambat pertumbuhan mikroba aerob. Tetapi hal tersebut tidak berlaku pada keberadaan mikroba anaerob utamanya Clostridium botulinum.
C. botulinum adalah mikroba mesofilik anaerob yang dapat tumbuh dengan optimal pada Aw 0.91-0.95. Clostridium Botulinum sangat perlu di perhatikan karena bahaya racun botulin (neurotoksin) yang dihasilkannya.
Terdapat lima kriteria yang menjadikan produk makanan yang dikemas menggunakan metde kemasan vacuum memiliki resiko dibalik kemasan vacuum bahaya mengandung racun botulin, yaitu sebagai berikut:
- Produk makanan mempunyai nilai aktivitas (Aw)> 0.85. Aktivitas air mempunyai hubungan dengan pertumbuhan mikroorganisme serta 0.85 adalah Aw kritis bagi proses pertumbuhan C. botulinum.
- Produk makanan mengandung pH lebih besar dari 4.5. Bahan pangan dengan kandungan pH>0.45 dan Aw>0.85 dapat di golongkan sebagai makanan yang berasam rendah (low acid food) yang memiliki risiko rentan terhadap kerusakan karena mikroba yang terdapat di dalamnya lebih tinggi jika di bandingkan dengan makanan yang mengandung asam yang tinggi (high acid food). Untuk produk pangan hewani (daging, telur, susu) dan sayur-sayuran pada umumnya tergolong ke dalam golongan pangan asam rendah.
- produk makanan tidak akan mengalami proses sterilisasi untuk membunuh mikroba pembusuk maupun spora mikroba pathogen setelah dilakukan proses pengemasan pada produk makanan.
- Produk makanan yang biasanya menggunakan metode kemasan vacuum adalah produk ready to eat yang siap untuk dikonsumsi tanpa adanya proses atau perlakuan yang dapat menghancurkan racun botulin seperti memasak (menggoreng, merebus, mengukus) sebelum di konsumsi.
- Produk makanan yang di simpan pada suhu ruang tanpa adanya pendinginan (refrigerasi). C. Botulinum tidak mampu tumbuh dan menghasilkan racun botulin saat berada dalam kondisi refrigrerasi atau di simpan pada suhu ruang tanda ada pendinginan