Kelangkaan alat pelindung diri (APD) secara besar-besaran yang teradi akibat mewabahnya virus corona di 212 negara membuat negara terdampak termasuk Indonesia memproduksi sendiri APD dalam negeri melalui berbagai cara. Pengujian alat ini untuk medis di Indoensia melalui uji kelayakan bahan baku alat kesehatan pada 175 perusahaan terkait. Ketika alat pelindung dipastikan lolos uji, baru bisa disebarkan kepada para tenaga kesehatan hingga sampai saat ini Indonesia sudah hampir bisa memenuhi kebutuhan APD dalam negeri. Hal tersebut didukung dengan banyaknya sumber daya manusia yang terampil di negeri ini.
Beberapa opini di sosial media kemudian mencuat tentang usulan ekspor APD. APD dengan standard dunia melakukan pengujian yang lebih ketat lagi. Selain itu, untuk jenis hazmat sendiri ada bermacam-macam seperti anti cemical, anti virus, dan lain sebagainya. Mayoritas negara penyuplai APD di dunia menggunakan mesin untuk melakukan proses produksi ini, sedangkan Indonesia masih manual dengan menggunakan keahlian menjait pekerjanya. Dengan begitu, belum dapat dipastikan apakah APD produksi dari Indonesia sudah layak untuk dipasarkan secara global karena belum adanya pengecekan uji hasil APD yang diproses dengan manual ini.
Produksi APD non medis seperti masker kain dan topi anti corona turut ramai dilakukan oleh masyarakat Indonesia. APD non medis terus dikembangkan hingga saat ini ada model tiga lapis demi mendukung keamanan masyarakat Indonesia. Lancarnya perjalanan produksi APD non medis ini didukung oleh himbauan pemerintah yang menyarankan agar masyarakat Indonesia yang tidak sakit juga memakai masker kain setiap kali keluar dari rumah. Pertimbangan penjualan APD non medis di kancah dunia masih memiliki kemungkinan besar untuk dilakukan karena tidak ada pengujian khusus. Meski demikian, semua kembali kepada bagaimana kebutuhan pasar nantinya.